” Pernahkah kita merasa tersinggung disaat ada orang nyang mengingatkan kita karena kita tidak menjalankan sunnah Nabi? Misalnya… ” Kenapa engkau tidak memelihara jenggot? ” Lalu kita menjawab dengan kesal : ” Sunnah Nabi kan tidak hanya memelihara jenggot !”. Atau di saat seseorang mengingatkan kita tentang kebaikan lalu kita memendam jengkel sambil berkata : ” Melakukan kebaikan kan tidak harus lapor kepadamu ! ” Atau di saat kita melakukan kesalahan lalu ada seseorang yang mengingatkan kita lalu diam-diam atau bahkan sepontan kita berkata : ” Seperti orang suci aja, ngurus diri sendiri saja! Jangan ngurusi orang lain ! ”
Jika itu yang kita rasakan, itulah kesombongan ! Kecongkakan ! Yang kadang datang tiba-tiba dan spontan bersama spontannya sebuat teguran, himbauan dan perhatian. Mungkin sekali sifat-sifat kemulyaan seperti tawadhu, sabar dan bijaksana yang kita tekuni selama ini bukan dari hati yang tulus, akan tetapi hanya karena ingin dipandang mulia oleh manusia karena keberadaan kita sebagai orang terpandang seperti Ustadz atau Tokoh Masyarakat. Itulah kemunafikan. Itulah dusta yang tersembunyi. Itulah kebusukan jiwa. Agar kita selamat pastikan setelah hari ini teguran, himbauan dan perhatian orang lain kita tanggapi dengan prasangka baik dan ucapan terimakasih serta doa kemuliaan.”